Tuesday 31 March 2015

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI

PENGAMALAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI

                Pancasila merupakan cita-cita luhur bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Sebagai cita-cita luhur bangsa maka sudah sewajarnya cita-cita itu diwujudkan dalam pengamalan penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai cita-cita bangsa perlu diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni pengamalan secara objektif dan pengamalan secara subjektif.
1. Pengamalan secara Objektif
Pengamalan pancasila secara objektif adalah dengan melaksanakan dan mentaati peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum Negara yang berlandaskan Pancasila. Adanya pengamalan objektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norma hukum Negara. Contoh nyatanya adalah ketaatan warga Negara pada peraturan perundang-undang yang berlaku, seperti taat pada rambu-rambu lalu lintas.
2. Pengamalan secara subjektif
Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Adanya pengamalan secara subjektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar pancasila sebagai norma etik bernegara.  Contoh nyata pengamalan subjektif ini adalah ketaatan pada kode etik profesinya. Misalnya, seorang guru taat pada kode etik guru, wartawan taat pada kode etik wartawan, begitupun profesi lainnya.

A. Pengamalan Pancasila Dasar Negara           
1)      Bentuk Negara Kesatuan Theis Demokratis
Negara Indonesia bukan Negara “atheis”, dan juga bukan “theokrasi”, tetapi Negara “Theis Demokratis” yakni: Negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi semua agama, sikap terhadap agama melindungi dan menjamin agama-agama yang diberi kesempatan yang sama. Sifat-sifat pelaksaannya Negara yang demikian ini adalah:
·        Negara mewajibkan para para warganegara untuk mengikuti pelajaran ketuhanan Yang Maha Esa yang pelaksanaannya dalam ajaran-ajaran agama.
·        Negara menjamin kemerdekaan kepada para warganegaranya dalam hal memeluk agama dan beribadat menurut keyakinannya masing-masing.
·         Negara mempersilahkan agama untuk menentukan syari’ahnya sendiri, dan tidak mewajibkan dengan kekuasaan sipil.
·        Negara mempersilahkan agama-agama untuk membuat peraturan-peraturannya sendiri, memberi kesempatan untuk melaksanakan peraturan-peraturan tersebut asal tidak bertentangan dengan kepentingan umum
·        Negara memberi kesempatan dan bahkan memberi bantuan kepada sekolah-sekolah agama unutuk mengembangkan sendiri, dapat bersifat swasta atau negeri.
·        Negara mengizinkan kepada setiap agama untuk mendirikan tempat-tempat ibadat dan memuji didirikannya. 

2)      Sistem Kedaulatan Rakyat Musyawarah dan Mufakat
Pengamalan obyektif sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan atau pengamalan dalam kenegaraan mewujudkan adanya Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas Kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Perwujudan ini dalam sistem pemerintahan disebut dengan Demokrasi Pancasila, yakni demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan.
Demokrasi pancasila ini dalam menggunakan hak-hak demokrasinya haruslah disertai deangan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan agama masing-masing, haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat manusia, haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan harus dimanfaatkan unutuk mewujudkan keadilan sosial.
Demokrasi pancasila ini berpangakal tolak pada faham kekluargaan dan gotong royong, sehingga mewujudkan prinsip-prinsip mekanisme demokrasi yang sejalan dengan sistem pemerintahan Negara. Prinsip-prinsip yang dimaksudkan yaitu: Faham Negara hukum, Faham Konstitusionalisme, Supermasi MPR, Pemerintahan yang bertanggung jawab, Pemerintahan berdasarkan perwakilan, Sistem pemerintahan presidensial, dan Pengawasan parlemen terhadap pemerintah.     

3)      Sistem Ekonomi usaha bersama dan kekeluargaan
Pengamalan obyektif sila Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia atau pengamalan dalam kenegaraan mewujudkan adanya Negara membangun sistem ekonomi atas dasar usaha bersama dan kekeluargaan untuk mencapai kesejahteraan umum.
Hal-hal yang berhubungan dengan kesjahteraan umum ini telah diatur dalam pasal 33 UUD 1945 yang merupakan perwujudan demokrasi ekonomi dalam Hukum Dasar, yakni:
·        Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
·        Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
·        Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.    

B. Sifat hubungan dalam masyarakat pancasila
Dalam kehidupan manusia bermasyarakat salah satu masalah pokok adalah bagaimana kita memberi arti dan bagaimana kita memandang hubungan antara manusia dan masyarakatnya. Pandangan mengenai hubungan antara manusia dengan masyarakatnya ini merupakan landasan filsafat bagi kehidupan masyarakat, yang akan memberi corak dan warna dasar dari kehidupan masyarakat.
Pancasila memandang bahwa kebahagiaan hidup manusia akan tercapai jika dapat dikembangkan hubungan yang selaras, serasi, seimbang, dan bekerjasama atas dasar kekluargaan antara manusia individu dengan masyarakatnya. Hal ini bertiti- tolak dari sifat kodrat manusia monodualis, yakni manusia sebagai individu dan sebagai mahluk sosial.
Dalam pandangan pancasila, maka hubungan sosial yang selaras, serasi dan seimbang antara individu dengan masyarakatnya tidaklah netral, melainkan dijiwai oleh nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila sebagai kesatuan.     

C. Sikap dasar pengamalan pancasila
Pangkal tolak pengamalan pancasila ialah kemauan dan kemampuan manusia  Indonesia dalam mengendalikan diri dan kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warganegara dan warga masyarakat. Dengan kesadaran dan pangkal tolak yang demikian tadi, maka sikap hidup manusia Pancasila adalah:
·        Kepentingan pribadi diletakkan dalam rangka kesadaran dan kewajibannya sebagai makhluk sosial dalam kehidupan masyarakatnya.
·        Kewajiban terhadap masyarakat dirasakan lebih besar dari kepentingan pribadinya demi kesejahteraan bersama. 
Karena merupakan pengamalan Pancasila, maka dalam mewujudkan sikap hidup tadi  manusia Indonesia diutuntun oleh kelima sila dari pancasila. 

D. Pedoman   pengamalan pancasila
Seperti yang dinyatakan dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, maka “Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila” itu dinamakan “Ekaprasetia Pancakarsa”.
Istilah “Ekaprasetia Pancakarsa” berasal dari bahasa Sansekerata. Secara harfiah “eka” berarti satu atau tunggal, “prasetia” berarti janji atau tekad, “panca” berarti lima, dan “karsa” berarti kehendak yang kuat. Dengan demikian “Ekaprasetia Pancakarsa” berarti tekad  yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak. Dalam hubungannya dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 maka lima kehendak yang kuat itu adalah kehendak untuk melaksanakan kelima sila Pancasila. Dikatakan tekad yang tunggal karena tekad itu sangat kuat dan tidak tergoyah-goyahkan lagi. Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. 
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

1.      Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.      Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.      Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.      Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.      Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7.      Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

1.      Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3.      Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4.      Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5.      Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6.      Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7.      Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8.      Berani membela kebenaran dan keadilan.
9.      Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.   Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila Persatuan Indonesia

1.      Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2.      Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3.      Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4.      Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5.      Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6.      Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7.      Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

1.      Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2.      Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.      Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.      Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6.      Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7.      Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8.      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9.      Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.   Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1.      Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2.      Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3.      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.      Menghormati hak orang lain.
5.      Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6.      Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7.      Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8.      Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9.      Suka bekerja keras.
10.   Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11.   Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial


0 comments:

Post a Comment