PENGAMALAN
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI
Pancasila
merupakan cita-cita luhur bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD
1945. Sebagai cita-cita luhur bangsa maka sudah sewajarnya cita-cita itu
diwujudkan dalam pengamalan penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai cita-cita
bangsa perlu diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya
pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan 2 cara,
yakni pengamalan secara objektif dan pengamalan secara subjektif.
1.
Pengamalan secara Objektif
Pengamalan
pancasila secara objektif adalah dengan melaksanakan dan mentaati peraturan
perundang-undangan sebagai norma hukum Negara yang berlandaskan Pancasila.
Adanya pengamalan objektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila
sebagai norma hukum Negara. Contoh nyatanya adalah ketaatan warga Negara pada
peraturan perundang-undang yang berlaku, seperti taat pada rambu-rambu lalu
lintas.
2.
Pengamalan secara subjektif
Pengamalan
secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai pancasila yang berwujud
norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada
kehidupan berbangsa dan bernegara. Adanya pengamalan secara subjektif ini
adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar pancasila sebagai norma etik
bernegara. Contoh nyata pengamalan
subjektif ini adalah ketaatan pada kode etik profesinya. Misalnya, seorang guru
taat pada kode etik guru, wartawan taat pada kode etik wartawan, begitupun
profesi lainnya.
A.
Pengamalan Pancasila Dasar Negara
1)
Bentuk
Negara Kesatuan Theis Demokratis
Negara
Indonesia bukan Negara “atheis”, dan juga bukan “theokrasi”, tetapi Negara
“Theis Demokratis” yakni: Negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi semua agama, sikap terhadap agama melindungi dan menjamin agama-agama
yang diberi kesempatan yang sama. Sifat-sifat pelaksaannya Negara yang demikian
ini adalah:
· Negara
mewajibkan para para warganegara untuk mengikuti pelajaran ketuhanan Yang Maha
Esa yang pelaksanaannya dalam ajaran-ajaran agama.
· Negara
menjamin kemerdekaan kepada para warganegaranya dalam hal memeluk agama dan
beribadat menurut keyakinannya masing-masing.
· Negara
mempersilahkan agama untuk menentukan syari’ahnya sendiri, dan tidak mewajibkan
dengan kekuasaan sipil.
· Negara
mempersilahkan agama-agama untuk membuat peraturan-peraturannya sendiri,
memberi kesempatan untuk melaksanakan peraturan-peraturan tersebut asal tidak
bertentangan dengan kepentingan umum
· Negara
memberi kesempatan dan bahkan memberi bantuan kepada sekolah-sekolah agama
unutuk mengembangkan sendiri, dapat bersifat swasta atau negeri.
· Negara
mengizinkan kepada setiap agama untuk mendirikan tempat-tempat ibadat dan
memuji didirikannya.
2)
Sistem
Kedaulatan Rakyat Musyawarah dan Mufakat
Pengamalan
obyektif sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan atau pengamalan dalam kenegaraan mewujudkan adanya
Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas Kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan. Perwujudan ini dalam sistem pemerintahan disebut dengan Demokrasi
Pancasila, yakni demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawatan perwakilan.
Demokrasi
pancasila ini dalam menggunakan hak-hak demokrasinya haruslah disertai deangan
rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan agama
masing-masing, haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan
martabat dan harkat manusia, haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan
harus dimanfaatkan unutuk mewujudkan keadilan sosial.
Demokrasi
pancasila ini berpangakal tolak pada faham kekluargaan dan gotong royong,
sehingga mewujudkan prinsip-prinsip mekanisme demokrasi yang sejalan dengan
sistem pemerintahan Negara. Prinsip-prinsip yang dimaksudkan yaitu: Faham
Negara hukum, Faham Konstitusionalisme, Supermasi MPR, Pemerintahan yang
bertanggung jawab, Pemerintahan berdasarkan perwakilan, Sistem pemerintahan
presidensial, dan Pengawasan parlemen terhadap pemerintah.
3)
Sistem
Ekonomi usaha bersama dan kekeluargaan
Pengamalan
obyektif sila Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia atau pengamalan
dalam kenegaraan mewujudkan adanya Negara membangun sistem ekonomi atas dasar
usaha bersama dan kekeluargaan untuk mencapai kesejahteraan umum.
Hal-hal
yang berhubungan dengan kesjahteraan umum ini telah diatur dalam pasal 33 UUD
1945 yang merupakan perwujudan demokrasi ekonomi dalam Hukum Dasar, yakni:
· Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
· Cabang-cabang
produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh Negara.
· Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
B. Sifat
hubungan dalam masyarakat pancasila
Dalam
kehidupan manusia bermasyarakat salah satu masalah pokok adalah bagaimana kita
memberi arti dan bagaimana kita memandang hubungan antara manusia dan
masyarakatnya. Pandangan mengenai hubungan antara manusia dengan masyarakatnya
ini merupakan landasan filsafat bagi kehidupan masyarakat, yang akan memberi
corak dan warna dasar dari kehidupan masyarakat.
Pancasila
memandang bahwa kebahagiaan hidup manusia akan tercapai jika dapat dikembangkan
hubungan yang selaras, serasi, seimbang, dan bekerjasama atas dasar kekluargaan
antara manusia individu dengan masyarakatnya. Hal ini bertiti- tolak dari sifat
kodrat manusia monodualis, yakni manusia sebagai individu dan sebagai mahluk
sosial.
Dalam
pandangan pancasila, maka hubungan sosial yang selaras, serasi dan seimbang
antara individu dengan masyarakatnya tidaklah netral, melainkan dijiwai oleh
nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila sebagai
kesatuan.
C.
Sikap dasar pengamalan pancasila
Pangkal
tolak pengamalan pancasila ialah kemauan dan kemampuan manusia Indonesia dalam mengendalikan diri dan
kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warganegara dan
warga masyarakat. Dengan kesadaran dan pangkal tolak yang demikian tadi, maka
sikap hidup manusia Pancasila adalah:
· Kepentingan
pribadi diletakkan dalam rangka kesadaran dan kewajibannya sebagai makhluk
sosial dalam kehidupan masyarakatnya.
· Kewajiban
terhadap masyarakat dirasakan lebih besar dari kepentingan pribadinya demi
kesejahteraan bersama.
Karena
merupakan pengamalan Pancasila, maka dalam mewujudkan sikap hidup tadi
manusia Indonesia diutuntun oleh kelima sila dari pancasila.
D.
Pedoman pengamalan pancasila
Seperti
yang dinyatakan dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, maka “Pedoman
Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila” itu dinamakan “Ekaprasetia Pancakarsa”.
Istilah
“Ekaprasetia Pancakarsa” berasal dari bahasa Sansekerata. Secara harfiah “eka”
berarti satu atau tunggal, “prasetia” berarti janji atau tekad, “panca” berarti
lima, dan “karsa” berarti kehendak yang kuat. Dengan demikian “Ekaprasetia
Pancakarsa” berarti tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak.
Dalam hubungannya dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 maka lima kehendak
yang kuat itu adalah kehendak untuk melaksanakan kelima sila Pancasila.
Dikatakan tekad yang tunggal karena tekad itu sangat kuat dan tidak
tergoyah-goyahkan lagi. Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia
Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan
sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.Ketetapan ini kemudian
dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1.
Bangsa
Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
2.
Manusia
Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
3.
Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.
Membina
kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
5.
Agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.
Mengembangkan
sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing.
7.
Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
1.
Mengakui
dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Mengakui
persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
3.
Mengembangkan
sikap saling mencintai sesama manusia.
4.
Mengembangkan
sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5.
Mengembangkan
sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6.
Menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7.
Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan.
8.
Berani
membela kebenaran dan keadilan.
9.
Bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.
Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila Persatuan Indonesia
1.
Mampu
menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2.
Sanggup
dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3.
Mengembangkan
rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4.
Mengembangkan
rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5.
Memelihara
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
6.
Mengembangkan
persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7.
Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
1.
Sebagai
warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2.
Tidak
boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.
Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.
Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.
Menghormati
dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6.
Dengan
iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
7.
Di
dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
8.
Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9.
Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran
dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.
Memberikan
kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
1.
Mengembangkan
perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
2.
Mengembangkan
sikap adil terhadap sesama.
3.
Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.
Menghormati
hak orang lain.
5.
Suka
memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6.
Tidak
menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang
lain.
7.
Tidak
menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup
mewah.
8.
Tidak
menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan
umum.
9.
Suka
bekerja keras.
10.
Suka
menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11.
Suka
melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial
0 comments:
Post a Comment